January 31, 2025

MMS | Malaysia Music Scene

Bukan Sekadar Muzik

Terjebak dalam Kabut Cerita: Kisah Malam Keramat yang Berpaut di Ambang Ketakutan

Spread the love

Di bawah selimut malam yang kelam, terbit sebuah karya yang menjanjikan keghairahan jiwa penggemar horor tanah air. Namun, di balik tajuknya yang menggugah imaginasi, filem “Malam Keramat”, naskah terbaharu arahan Helfi C.H. Kardit, adalah seperti melangkah ke belantara penuh misteri; indah di kejauhan, namun penuh duri di dalamnya.

Di ranah kreatif, sutradara berjaya membangun suasana awal filem dengan cukup berkesan. Adegan pembuka di rumah mewah yang sunyi, jauh dari riuh kota, membawa penonton memasuki wilayah hening yang menyesakkan dada. Bagaikan sebuah lukisan senja yang digores dengan keindahan ilusi, filem ini cuba melakar sebuah dunia di mana realiti dan mistik bertaut dalam harmoni yang tipis.

Kredit juga patut diberikan kepada Frederika Cull sebagai Dini, yang menghidupkan watak seorang wanita sarat mengandung dengan keteguhan jiwa meskipun berdepan teror ghaib. Gestur dan mimiknya berupaya menggugah simpati, menyiratkan perasaan cemas dan rapuh yang sering diselubungi bayang-bayang gelap. Pemilihan lokasi rumah yang terasing juga menyuntik elemen isolasi yang menjadi tulang belakang naratif horor filem ini.

Namun begitu, kecantikan ini ibarat kaca rapuh—berkilauan tetapi mudah pecah. Alur ceritanya retak oleh ketidakselarasan logik dan emosi. Misalnya, reaksi Arya terhadap kehilangan isterinya yang sedang hamil tidak mencerminkan keputusasaan atau kegusaran yang wajar bagi seorang suami. Wataknya lebih menyerupai bayang kelabu yang melintas tanpa jiwa, mengurangi impak dramatik yang seharusnya menjadi nadi penceritaan.

Tidak hanya itu, pacing cerita terasa seperti layangan yang tak bermata; terombang-ambing tanpa arah. Adegan-adegan yang seharusnya membangun ketegangan kadang kala terlalu diperpanjangkan, seperti rentak gendang yang kehilangan irama. Penonton mungkin menemukan diri mereka tersesat dalam labirin narasi yang tampaknya sengaja diperlama tanpa ada klimaks yang benar-benar memuaskan.

Dan sayang sekali, klimaks filem ini terasa terburu-buru, bagaikan seorang pelukis yang meninggalkan kanvas separuh selesai. Konflik yang dibangun dengan jerih payah sepanjang filem diakhiri dengan penyelesaian yang terlalu mudah, seakan penulis naskah telah kehilangan inspirasi pada saat-saat genting.

Meski diselimuti oleh kelemahan-kelemahan yang mencolok, “Malam Keramat” tidak sepenuhnya kehilangan daya tariknya. Ada keberanian di dalamnya, meskipun tersesat di tengah jalan. Ia adalah sebuah karya yang seolah-olah mengajak kita menyelam ke dasar laut, namun berhenti sebelum mencapai keindahan karang yang tersembunyi.

Kepada mereka yang masih ingin menonton, bawalah kesabaran dan imajinasi ke layar. Mungkin, di tengah-tengah kegelapan naratifnya, Anda dapat menemukan sekelumit cahaya untuk direnungkan. Sesungguhnya, filem ini adalah bukti bahwa seni yang tak sempurna tetap memiliki hak untuk berbicara.


Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.

You cannot copy content of this page